Rabu, 13 November 2013

Siklus Hidrologi, Analisis Aritmatik Mean dan Thiesen Polygon



TUGAS

Agrohidrologi Dan Pengendalian DAS

       Siklus Hidrologi, Metode Aritmatik Dan Metode Thiessen Poligon








                                                                                                             


Oleh :
Okta Adi Saputra





PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA)
2013



PENDAHULUAN

1.1.     Latar Belakang
Dalam pelaksanaan perencanaan dan perancangan bangunan- bangunan air, analisis hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat dominan dan memerlukan penanganan yang cermat. Peranan analisis hidrologi menjadi sangat penting karena sebelum informasi hidrologi yang diperlukan tersedia maka analisis lain belum dapat dilakukan. Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater). Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment) yang kecil sampai yang besar.
Karakterisik  hujan diantaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman, dan frekuensi. Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan karena bencana alam itu sendiri seperti curah hujan yang tinggi. Menurut (Hutchinson, 1970 ;Browning, 1987 dalam Asdak C. 2002), ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yangvariasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak  penakar yang dipasang.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Hal yang penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan per jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk mendapatkan suatu pola distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data curah hujan khususnya data curah hujan jam-jaman sebagai dasar untuk menentukan perencanaan banjir rencana.
Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan curah hujan maksimum harian setiap tahun. Kemudian analisis curah hujan maksimum harian rata-rata daerah dengan cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan curah hujan di beberapa stasiun adalah mengunakan cara Arithmatic Mean, Thiessen, dan Isohytal. Teori menggunakan metode Thiessen, yaitu perhitungan curah hujan rencana yang sesuai dengan analisis frekuensi dengan meninjau beberapa parameter statistik (standar deviasi, koefisien skewness, koefisien kurtosis dan koefisien variasi), cara grafis yaitu plotting data di kertas probabilitas dan dilakukan uji keselarasan Chi Kuadrat dan Smirnov – Kolmogorov.


TINJAUAN PUSTAKA
2.1.  Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya menjadi uap air yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus-menerus tiada henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka timbul panas. Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air dari semua tanah, sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah dan lain-lain dan prosesnya disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada semua tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) (Soewarno, 2000).
Hidrologi secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak diatas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau ataupun waduk (Linsley, dkk, 1982).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (infiltration), dan perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul di dalam jaringan alur sungai (river flow). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai (river), atau genangan lainya seperti waduk, danau sebagai interflow. Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan tanah sebagai air eksfiltrasi dan dapat berkumpul lagi dalam alur sungai atau langsung menuju ke laut (Soewarno, 2000).
Siklus hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman. Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut (Suripin, 2004).
 Gambar 1.  Siklus Hidrologi, (Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang      
                    berkelanjutan: 20).


2.2. Presipitasi
Hujan (Presipitasi) adalah faktor utama yang mengendalikan berlansgsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS.  Terjadinya hujan karena adanya perpindahan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Di tempat tersebut, karena akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi, dan pada gilirannya massa uap air tersebut jatuh sebagai air hujan. Namun demikian, mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama. Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila berlangsung tiga kejadian (C. Asdak, 2002) sebagai berikut:
1. Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer menjadi jenuh.
2. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
3. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan  waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut ( sebagai hujan ) karena grafitasi. 
Hujan sangat dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi daerah., sehingga keadaanya sangat berbeda untuk masing-masing daerah.  Menurut Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986), tipe hujan sering dibedakan menurut faktor penyebab terangkatnya udara yang mengakibatkan hujan adalah sebagai berikut:
1. Hujan Konvektif (convective), bila terjadi ketidak seimbangan udara karena panas setempat, dan udara bergerak keatas dan berlaku proses adiabatik. Biasanya merupakan hujan dengan intensitas tinggi, dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat, didaerah yang relatif sempit.
2. Hujan Siklon (cyclonic), bila gerakan udara ke atas terjadi akibat adanya udara panas yang bergerak diatas lapisan udara yang lebih padat dan lebih dingin. Hujan jenis ini biasanya terjadi dengan intensitas sedang, mencakup daerah yang luas dan berlangsung lama.
3. Hujan Orografik (orographic rainfall), terjadi karena udara bergerak ke atas akibat adanya pegunungan. Akibatnya , terjadi  dua daerah yang disebut daerah hujan dan daerah bayangan hujan. Sifat hujan ini dipengaruhi oleh sifat dan ukuran pegunungan.
Menurut Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986), data hujan yang diperlukan dalam analisa hidrologi ada 5 unsur yang harus ditinjau, yaitu :
1. Intensitas I, adalah laju hujan = tinggi hujan persatuan waktu, misalnya : mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau jam.
3. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekwensi, adalah frekwensi kejadian, dinyatakan dengan waktu ulang (return period ) T, misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater) Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986).
Menurut Sri Harto (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi diantara lain berupa :
1.    Adanya uap air di atmosphere
2.    Faktor-faktor meteorologis
3.    Lokasi daerah
4.    Adanya rintangan misal adanya gunung.
Instrumen pengukur hujan (raingauge) menurut Sri Harto (1981) ada dua jenis yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge), dan penakar hujan otomatik (automatic raingauge). Alat-alat tersebut harus dipasang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh WMO (World Meteorological Organization) atau aturan yang disepakati secara nasional di suatu Negara.

2.3.  Metode Analisis
a.      Metode Aritmatik
Metode ini menggunakan perhitungan curahhujan wilayah dengan merata-ratakan semua jumlah curah hujan yang ada pada wilayah tersebut. Metode  rata-rata aritamatik ini adalah cara yang paling mudah diantara cara lainnya (poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH kecil. Cara ini dilakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat penakar dan dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi dengan jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah hujan di daerah tersebut. Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
                      n

Di mana :
Rave = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengukuran hujan
R1….Rn = besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)
b.     Metode Thiessen Poligon
Rata-rata terbobot (weighted average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis penghubung antara dua stasion hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar Sosrodarsono (2003). Menurut Shaw (1985) dalam Mahbub, (2002) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas CH tinggi. Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke dalam beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas masing-masing daerah ai). Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis persamaan sebagai berikut :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
dimana R = jumlah curah hujan pada penakar/stasiun di daerah a




Jawaban :
Soal 1
Suatu DAS terdapat lima stasiun pengamatan curah hujan dengan curah selama 24 jam sebesar 23,5 ;27,8; 28,4; 22,6; dan 32,0 mm. Hitunglah curah hujan DAS tersebutselama 24 jam ?

Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
                           N
Rave = 23,5 + 27,8 + 28,4 + 22,6 + 32,0
                                   5
       =   126,3 mm
               5
       =  26,86 mm    
Soal 2          
Stasiun Pengamatan (t)
Luas (km2)
Rasio Luas
Curah Hujan (pi)
Curah Hujan (P)
1
100
0,14
85
11,9
2
120
0,17
26
4,42
3
150
0,20
34
6,8
4
160
0,21
76
15,96
5
180
0,25
56
14
Total
710


53,08

Langkah Pertama Menghitung Rasio Luas dengan Rumus:
Luas ai
Luas A

Dimana : a =Luas Wilayah
                A = Luas Total Wilayah


ai 1=  100
          710
     =  0,14


ai 2= 120
         710
     =  0,17

ai 3=  150
          710
     =  0,20


ai 4=  160
          710
     =  0,21

ai 5= 180
         710
     =  0,25

Stasiun
Pengamatan (t)

      Rasio Luas

Curah Hujan (pi)

Curah Hujan (P)*
1
0,14     
85
11,9
2
0,17
26
4,42
3
0,20
34
6,8
4
0,21
76
15,96
5
0,25    
56
14
Total


53,08
Curah Hujan (P) * = rasio luas x curah hujan (pi)

Menghitung Curah Hujan Rata-Rata Cara Poligon Menggunakan Persamaan :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
                       = 0,14 x 85 + 0,17 x26 + 0,20 x 34 + 0,21 x 76 + 0,25 x 56
                       = 11,9 + 4,42 + 6,8 + 15,96 + 14
                       = 53,08 mm

Analisis Jawaban :
a.      Data yang di didapat dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) pada lima stasiun yaitu stasiun 1, 2, 3, 4, dan 5 pada curah hujan dengan curah 24 jam sebesar 23,5 ;27,8; 28,4; 22,6; dan 32,0 mm, data tersebut kemudian dihitung intensitas curah hujan, dengan menggunakan cara Arithmatic Mean sehingga dapat diketahui perhitungan metode analisis Arithmatic Mean pada ke lima stasiun pengamatan curah hujan, terlihat bahwa total curah hujan (R) selama 24 jam yaitu sebesar 26,86 mm/ hari. Hasil analisis Arithmatic Mean mewakili gambaran ketersediaan air di  Daerah A.
b.      Hasil perhitungan menggunakan metode analisis Thiessen Polygon pada lima stasiun pengamatan curah hujan, hasil perhitungan Thiessen Polygon harian pada masing-masing stasiun pengamatan yaitu, perhitungan pada stasiun pengamatan 1 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 11.9 mm/hari. Perhitungan pada stasiun pengamatan 2 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 4,42 mm/hari. Perhitungan pada stasiun pengamatan 3 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 6,8 mm/hari.  Perhitungan pada stasiun pengamatan 4 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 15,96 mm/hari. Perhitungan pada stasiun pengamatan 5 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 14 mm/hari. Sehingga dapat diketahui perhitungan metode analisis Thiessen Polygon pada ke lima stasiun pengamatan curah hujan, terlihat bahwa total hujan selama 24 jam sebesar 53,08 mm/hari. Hasil analisis Thiessen Polygon mewakili gambaran ketersediaan air di  Daerah A.


Kesimpulan
Simpulan dari hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa cara Thiessen Polygon memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara Arithmatic Mean, tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat, kemudian penentuan kembali jaringan segitiga pun memiliki kemungkinan kesalahan pangamatan.

Daftar Pustaka
Chay Asdak, 2002, “Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”, UGM, Yogyakarta.

Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology for Engineers. McGraw-Hills. New York.

Sri Harto, 1981, “Hidrologi Terapan” KMTS UGM.
Sri Harto,1985, “Hidrologi Teori, Masalah dan Penyelesaian”, UGM, Yogyakarta.

Soewarno,. 2000. Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Penerbit PT. Aditya Bakti. Bandung.

Sosrodarsono, 2003, “Hidrologi Untuk Pengairan”, PT.Pradnya Paramita, Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset
                       Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar