TUGAS
Agrohidrologi Dan Pengendalian DAS
Siklus
Hidrologi, Metode Aritmatik Dan Metode Thiessen Poligon
Oleh
:
Okta Adi Saputra
PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SAMAWA (UNSA)
2013
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam pelaksanaan perencanaan dan perancangan bangunan-
bangunan air, analisis hidrologi masih merupakan bagian analisis yang sangat
dominan dan memerlukan penanganan yang cermat. Peranan analisis hidrologi
menjadi sangat penting karena sebelum informasi hidrologi yang diperlukan
tersedia maka analisis lain belum dapat dilakukan. Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses
hidrologi. karena
jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan menjadi
aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater).
Ada beberapa sifat hujan yang penting untuk diperhatikan dalam proses
pengalihragaman hujan menjadi aliran, antara lain adalah intensitas curah
hujan, lama waktu hujan, kedalaman hujan, frekuensi dan luas daerah pengaruh
hujan. Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan
titik maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chactment)
yang kecil sampai yang besar.
Karakterisik hujan diantaranya adalah intensitas, durasi, kedalaman,
dan frekuensi. Bencana banjir selain akibat kerusakan ekosistem ataupun aspek
lingkungan yang tidak terjaga tetapi juga disebabkan karena bencana alam
itu sendiri seperti curah hujan yang tinggi. Menurut (Hutchinson, 1970
;Browning, 1987 dalam Asdak C. 2002),
ketelitian hasil pengukuran CH tegantung pada variabilitas spasial CH,
maksudnya diperlukan semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH
di suatu daerah yangvariasi curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin
meningkat dengan semakin banyak penakar yang dipasang.
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan daerah
ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Hal yang
penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan.
Distribusi curah hujan ini bermacam-macam sesuai dengan jangka waktu yang
ditinjau yakni curah hujan tahunan, curah hujan bulanan, curah hujan harian,
curah hujan per jam. Pola distribusi curah hujan ini berfungsi untuk
mendapatkan suatu pola distribusi curah hujan suatu daerah yang nantinya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menghitung dan menganalisa data
curah hujan khususnya data curah hujan jam-jaman sebagai dasar untuk menentukan
perencanaan banjir rencana.
Hal pertama yang dilakukan adalah menentukan curah hujan
maksimum harian setiap tahun. Kemudian analisis curah hujan maksimum harian
rata-rata daerah dengan cara perhitungan curah hujan daerah dari pengamatan
curah hujan di beberapa stasiun adalah mengunakan cara Arithmatic Mean,
Thiessen, dan Isohytal. Teori menggunakan metode Thiessen, yaitu
perhitungan curah hujan rencana yang sesuai dengan analisis frekuensi dengan
meninjau beberapa parameter statistik (standar deviasi, koefisien skewness,
koefisien kurtosis dan koefisien variasi), cara grafis yaitu plotting data di
kertas probabilitas dan dilakukan uji keselarasan Chi Kuadrat dan Smirnov –
Kolmogorov.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Siklus Hidrologi
Siklus
hidrologi merupakan proses pengeluaran air dan perubahannya menjadi uap air
yang mengembun kembali menjadi air yang berlangsung terus-menerus tiada
henti-hentinya. Sebagai akibat terjadinya sinar matahari maka timbul panas.
Dengan adanya panas ini maka air akan menguap menjadi uap air dari semua tanah,
sungai, danau, telaga, waduk, laut, kolam, sawah dan lain-lain dan prosesnya
disebut penguapan (evaporation). Penguapan juga terjadi pada semua
tanaman yang disebut transpirasi (transpiration) (Soewarno, 2000).
Hidrologi
secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang
rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah lebih rendah,
sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini
disebut aliran permukaan tanah karena bergerak diatas muka tanah. Aliran ini
biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan
sungai, sistem danau ataupun waduk (Linsley,
dkk, 1982).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi
aliran permukaan (surface run off). Aliran permukaan sebagian akan
meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi
(infiltration), dan perkolasi (percolation), selebihnya terkumpul
di dalam jaringan alur sungai (river flow). Apabila kondisi tanah
memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir kembali ke dalam sungai (river),
atau genangan lainya seperti waduk, danau sebagai interflow.
Sebagian dari air dalam tanah dapat muncul lagi ke permukaan tanah sebagai air
eksfiltrasi dan dapat berkumpul lagi dalam alur sungai atau langsung menuju ke
laut (Soewarno, 2000).
Siklus
hidrologi dimulai dengan penguapan air dari laut. Uap yang dihasilkan dibawa
oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap tersebut
terkondensasi membentuk awan, pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi.
Presipitasi jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda dalam beberapa
cara. Sebagian besar dari presipitasi tersebut sementara tertahan pada tanah di
dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfir oleh
penguapan (evaporasi) dan pemeluhan (transpirasi) oleh tanaman. Sebagian air
mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai,
sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah menjadi bagian dari
air tanah (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran
air permukaan (surface streamflow) maupun air dalam tanah bergerak ke
tempat yang lebih rendah yang dapat mengalir ke laut. Namun, sejumlah besar air
permukaan dan air bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan
pemeluhan (transpirasi) sebelum sampai ke laut (Suripin, 2004).
Gambar 1.
Siklus
Hidrologi, (Suripin,
2004, Sistem Drainase Perkotaan yang
berkelanjutan: 20).
2.2. Presipitasi
Hujan (Presipitasi) adalah faktor
utama yang mengendalikan berlansgsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah
DAS. Terjadinya hujan karena adanya
perpindahan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sebagai respon adanya
beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya. Di tempat
tersebut, karena akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka terjadilah proses
kondensasi, dan pada gilirannya massa uap air tersebut jatuh sebagai air hujan.
Namun demikian, mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan tiga faktor utama.
Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila berlangsung tiga kejadian (C.
Asdak, 2002) sebagai berikut:
1.
Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya atmosfer
menjadi jenuh.
2. Terjadi kondensasi atas
partikel-partikel uap air di atmosfer.
3.
Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan
permukaan laut ( sebagai hujan ) karena grafitasi.
Hujan sangat dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi
daerah., sehingga keadaanya sangat berbeda untuk masing-masing daerah. Menurut Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986), tipe hujan sering dibedakan
menurut faktor penyebab terangkatnya udara yang mengakibatkan hujan adalah
sebagai berikut:
1.
Hujan Konvektif (convective), bila terjadi ketidak seimbangan udara
karena panas setempat, dan udara bergerak keatas dan berlaku proses adiabatik.
Biasanya merupakan hujan dengan intensitas tinggi, dan terjadi dalam waktu yang
relatif singkat, didaerah yang relatif sempit.
2. Hujan Siklon (cyclonic), bila gerakan udara ke
atas terjadi akibat adanya udara panas yang bergerak diatas lapisan udara yang
lebih padat dan lebih dingin. Hujan jenis ini biasanya terjadi dengan
intensitas sedang, mencakup daerah yang luas dan berlangsung lama.
3. Hujan Orografik (orographic rainfall), terjadi
karena udara bergerak ke atas akibat adanya pegunungan. Akibatnya ,
terjadi dua daerah yang disebut daerah
hujan dan daerah bayangan hujan. Sifat hujan ini dipengaruhi oleh sifat dan
ukuran pegunungan.
Menurut Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986), data hujan yang diperlukan dalam analisa hidrologi ada
5 unsur yang harus ditinjau, yaitu :
1. Intensitas I, adalah laju hujan
= tinggi hujan persatuan waktu, misalnya : mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (duration) t, adalah
lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau jam.
3. Tinggi hujan d, adalah jumlah atau
banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar,
dalam mm.
4. Frekwensi, adalah frekwensi kejadian,
dinyatakan dengan waktu ulang (return period ) T, misalnya sekali dalam
T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting
dalam proses hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan
dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface
runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai
aliran air tanah (groundwater) Sri Harto (1985),Linsley, dkk (1986).
Menurut Sri Harto (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya presipitasi
diantara lain berupa :
1. Adanya uap air di atmosphere
2. Faktor-faktor meteorologis
3. Lokasi daerah
4. Adanya rintangan misal adanya gunung.
Instrumen pengukur hujan (raingauge) menurut Sri
Harto (1981) ada dua jenis yaitu penakar hujan biasa (manual raingauge), dan
penakar hujan otomatik (automatic raingauge). Alat-alat tersebut harus
dipasang sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh WMO (World Meteorological
Organization) atau aturan yang disepakati secara nasional di suatu Negara.
2.3.
Metode Analisis
a. Metode
Aritmatik
Metode ini menggunakan perhitungan
curahhujan wilayah dengan merata-ratakan semua jumlah curah hujan yang ada pada
wilayah tersebut. Metode rata-rata aritamatik ini adalah cara yang
paling mudah diantara cara lainnya
(poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi CH kecil. Cara ini
dilakukan dengan mengukur serempak untuk lama waktu tertentu dari semua alat
penakar dan dijumlahkan seluruhnya. Kemudian hasil penjumlahannya dibagi dengan
jumlah penakar hujan maka akan dihasilkan rata-rata curah hujan di daerah
tersebut. Menurut Sosrodarsono (2003), secara matimatik ditulis
persamaan sebagai berikut :
Rave = R1 +
R2 + R3+........Rn
n
Di mana :
Rave = curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah stasiun pengukuran hujan
R1….Rn = besarnya
curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)
b.
Metode
Thiessen Poligon
Rata-rata terbobot (weighted
average), masing-masing stasiun hujan ditentukan luas daerah pengaruhnya berdasarkan
poligon yang dibentuk (menggambarkan garis-garis sumbu pada garis-garis
penghubung antara dua stasion hujan yang berdekatan). Cara ini diperoleh dengan
membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung
dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada
suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap
stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau
jumlah Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan
variasi CH besar Sosrodarsono
(2003). Menurut Shaw (1985) dalam
Mahbub, (2002) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan
intensitas CH tinggi. Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke
dalam beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas masing-masing daerah ai). Menurut Sosrodarsono (2003),
secara matimatik
ditulis persamaan sebagai berikut :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) +
R3(a3/A) + . . . + Rn(ai/A)
dimana R = jumlah curah hujan pada
penakar/stasiun di daerah a
Jawaban :
Soal 1
Suatu DAS terdapat lima stasiun
pengamatan curah hujan dengan curah selama 24 jam sebesar 23,5 ;27,8; 28,4;
22,6; dan 32,0 mm. Hitunglah curah hujan DAS tersebutselama 24 jam ?
Rave = R1 + R2 + R3+........Rn
N
Rave = 23,5 + 27,8 + 28,4 + 22,6 + 32,0
5
=
126,3 mm
5
= 26,86 mm
Soal 2
Stasiun
Pengamatan (t)
|
Luas
(km2)
|
Rasio
Luas
|
Curah
Hujan (pi)
|
Curah
Hujan (P)
|
1
|
100
|
0,14
|
85
|
11,9
|
2
|
120
|
0,17
|
26
|
4,42
|
3
|
150
|
0,20
|
34
|
6,8
|
4
|
160
|
0,21
|
76
|
15,96
|
5
|
180
|
0,25
|
56
|
14
|
Total
|
710
|
53,08
|
Langkah Pertama Menghitung
Rasio Luas dengan Rumus:
Luas ai
Luas A
Dimana : a =Luas Wilayah
A = Luas Total Wilayah
ai 1= 100
710
= 0,14
ai 2=
120
710
=
0,17
ai 3= 150
710
=
0,20
ai 4= 160
710
=
0,21
ai 5=
180
710
=
0,25
Stasiun
Pengamatan
(t)
|
Rasio Luas
|
Curah
Hujan (pi)
|
Curah
Hujan (P)*
|
1
|
0,14
|
85
|
11,9
|
2
|
0,17
|
26
|
4,42
|
3
|
0,20
|
34
|
6,8
|
4
|
0,21
|
76
|
15,96
|
5
|
0,25
|
56
|
14
|
Total
|
53,08
|
Curah Hujan (P) * = rasio luas
x curah hujan (pi)
Menghitung Curah Hujan Rata-Rata Cara
Poligon Menggunakan Persamaan :
Rata-rata CH = R1(a1/A) + R2(a2/A) + R3(a3/A) + . .
. + Rn(ai/A)
= 0,14 x 85 + 0,17 x26 + 0,20 x 34 +
0,21 x 76 + 0,25 x 56
= 11,9 + 4,42 + 6,8 + 15,96 + 14
= 53,08 mm
Analisis Jawaban :
a.
Data
yang di didapat dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) pada lima stasiun yaitu stasiun
1, 2, 3, 4, dan 5 pada curah hujan dengan curah 24 jam sebesar 23,5 ;27,8;
28,4; 22,6; dan 32,0 mm, data tersebut kemudian dihitung intensitas curah
hujan, dengan menggunakan cara Arithmatic
Mean sehingga dapat diketahui perhitungan metode analisis Arithmatic Mean pada ke lima stasiun
pengamatan curah hujan, terlihat bahwa total curah hujan (R) selama 24 jam
yaitu sebesar 26,86 mm/ hari. Hasil analisis Arithmatic Mean mewakili gambaran ketersediaan air di Daerah A.
b.
Hasil
perhitungan menggunakan metode analisis Thiessen
Polygon pada lima stasiun pengamatan curah hujan, hasil perhitungan Thiessen Polygon harian pada
masing-masing stasiun pengamatan yaitu, perhitungan pada stasiun pengamatan 1
memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 11.9 mm/hari. Perhitungan pada stasiun
pengamatan 2 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 4,42 mm/hari. Perhitungan
pada stasiun pengamatan 3 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 6,8 mm/hari.
Perhitungan pada stasiun pengamatan 4
memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 15,96 mm/hari. Perhitungan pada
stasiun pengamatan 5 memperlihatkan bahwa curah hujan sebesar 14 mm/hari. Sehingga
dapat diketahui perhitungan metode analisis Thiessen
Polygon pada ke lima stasiun pengamatan curah hujan, terlihat bahwa total
hujan selama 24 jam sebesar 53,08 mm/hari. Hasil analisis Thiessen Polygon mewakili gambaran ketersediaan air di Daerah A.
Kesimpulan
Simpulan dari hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa
cara Thiessen Polygon memberikan
hasil yang lebih teliti dari pada cara Arithmatic
Mean, tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat, kemudian penentuan kembali jaringan
segitiga pun memiliki kemungkinan kesalahan pangamatan.
Daftar Pustaka
Chay
Asdak, 2002, “Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai”, UGM, Yogyakarta.
Linsley
RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Hydrology
for Engineers. McGraw-Hills. New York.
Sri
Harto, 1981, “Hidrologi Terapan”
KMTS UGM.
Sri
Harto,1985, “Hidrologi Teori,
Masalah dan Penyelesaian”, UGM, Yogyakarta.
Soewarno,.
2000. Hidrologi Operasional Jilid Kesatu.
Penerbit PT. Aditya Bakti. Bandung.
Sosrodarsono,
2003, “Hidrologi Untuk Pengairan”,
PT.Pradnya Paramita, Jakarta.
Suripin. 2004.
Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar